Kamis, 24 Desember 2009

Benar atau Salah; Yang Tertinggi atau Yang Terendah

Apakah Benar atau Salah?

Menurut Epicuros, semua yang terpandang adalah kenyataan lahiriah, benar atau salah dari realitas adalah hasil pandangan itu sendiri, sehingga pengertian merupakan norma dan kriteria kebenaran. (Atang hal.113)

Sedangkan menurut kaum Stoa, kriteria bagi suatu kebenaran terletak pada evidensinya, kenyataannya, bahwa isi pemandangan itu terletak pada pikiran. Buah pikiran benar apabila pemandangan itu tepat, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan, yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya. (Atang hal. 115)

Contoh “Benar atau Salah”

Misalkan terdapat kalimat: “Di luar hawanya dingin”

Kalimat tersebut dapat dianalisa sebagai berikut: 1) suatu perangkat tanda, 2) suatu susunan tanda-tanda yang teratur yang sesuai dengan aturan-aturan sintaksis, 3) makna yang dikandungnya atau dimaksudkannya.

Susunan tanda-tanda yang teratur dinamakan kalimat berita atau pernyataan. Kalimat berita tersebut merupakan istilah yang murni yang bersifat sintaksis. Tidak ada perangkat tanda yang dapat dikatakan benar. Begitu pun kita sesungguhnya tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu pernyataan benar. Dalam hal ini, perkataan “benar” hanya hanya dapat diterapkan pada kandungan makna suatu pernyataan, atau yang disebut proposisi. Apabila proposisinya sungguh-sungguh merupakan halnya (sungguh-sungguh bahwa di luar hawanya dingin), maka proposisinya benar. Namun bila proposisinya tidak merupakan halnya, maka proposisinya salah. (Louis O. Katsof, hal. 172-173)

Siapakah “Yang Tertinggi” atau “Yang Terendah”?

Dalam kehidupan terdapat bermacam komponen yang menempati dimensinya masing-masing. Binatang sebagai salah satu dalam komponen dalam kehidupan, menempati dimensi yang lebih rendah daripada dimensi manusia. Akan tetapi binatang menempati dimensi yang lebih tinggi daripada dimensi batu atau tanah.

Manusia, merupakan makhluk yang paling sempurna, yang dikaruniai akl dan nafsu. Namun sesungguhnya ada yang lebih tinggi, yaitu malaikat. Dan sesungguhnya masih ada yang lebih tinggi, yang melebihi malaikat, dan melebihi segalanya, yaitu Tuhan.

Dan apakah ada “yang terendah”? Ketika kita berfilsafat, maka kita menggunakan olah pikir kita untuk memikirkan segala yang ada dan mungkin ada. Jika kita berpikir tentang apa yang tertinggi dan yang terendah,maka kita akan menemukan urutan dimensi dari yang tertinggi, yaitu Tuhan, kemudian dibawahnya maliakat, kemudian manusia, binatang, batu, dst. Hingga kita tidak mampu menyebutkan lagi apa yang berada di bawah dimensinya. Itulah sebenarnya yang terendah. Ketika kita tak mampu lagi memikirkan apa yang ada dan mungkin ada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar