Minggu, 10 Januari 2010

"Ternyata, Panglima adalah Sebuah Kata"

Panglima adalah pemimpin. Panglima adalah orang yang mempunyai kedudukan paling tinggi dalam sebuah laskar perang. Panglima adalah orang yang mempunyai hak untuk mengatur dan memerintah pasukannya, yang merupakan bawahannya. Panglima adalah seorang yang disegani para prajurit atau pasukan perang. Paglima adalah orang yang menyusun strategi perang utuk melawan musuh.
Panglima dapat dimaknai bermacam-macam. Dapat dimaknai berdasarkan kedudukannya, sifatnya, bentuknya, dan sebagainya. Setiap kata atau istilah dapat didefinisikan berdasrekan ciri atau keadaan yang melekat padanya. Misalkan kita mendefinisikan Plato. Plato adalah seorang ahli filsafat. Plato adalah muridnya Socrates. Plato adalah tokoh filsafat dari Yunani. Plato adalah tokoh filsafat yang lahir di Athena pada tahun 427 SM dan meninggal di sana pada tahun 347 SM pada usia 80 tahun. Dan bemacam-macam definisi lain yang dapat kita ungkapkan mengenai Plato.
Namun, tanpa memandang siapa itu panglima, apa kedudukannya, bagaimana sifatnya, bentuknya, dan sebagainya. Dari susdut pandang yang lain kita dapat mendefinisikan bahwa ternyata, panglima adalah sebuah kata. Dari sudut pandang lain, kita juga dapat mendefinisikan bahwa Plato adalah sebuah kata. Lebih luas lagi bahwa Adalah adalah sebuah kata. Sebuah adalah sebuah kata. Sampai pada akhirnya ”Kata” sendiri adalah sebuah kata. Dan lebih luas lagi kita akan menemukan bahwa setiap yang kita ucapkan atau tuliskan merupakan kata, karena kata adalah penyusun dari kalimat. Kita mengungkapkan sesuatu dengan kalimat. Pernyataan merupakan kalimat. Sehingga betapa pentingnya kata hingga mampu menganyam bahasa. Berawal dari kata, mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan mampu menciptakan komunikasi antar manusia.


Panglima adalah sebuah kata
Panglima didefinisikan sebagai sebuah kata. Definisi merupakan sebuah penggambaran atau penjelasan dari suatu kata atau istilah. Contoh lain misalkan dalam kalimat:
Jakarta adalah ibukota negara Indonesia
Dari kalimat tersebut, Jakarta diartikan sebagai ibukota dari negara Indonesia. Berdasarkan kalimat tersebut, kita dapat membentuk kalimat lain yang sama maknanya dengan kalimat tersebut, yaitu : Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta.
Berdasarkan penjelasan tersebut, berarti kita juga dapat membuat kalimat lain dari ”panglima adalah sebuah kata” menjadi ”Kata adalah panglima”. Dan dapat diartikan atau dimaknai bahwa, ternyata kalimat mampu menjadi panglima.
Sebenarnya yang telah kita lakukan tersebut merupakan proses penalaran. Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa dan berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Jadi, penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai ”pengkajian untuk berpikir secara sahih”.


Referensi:
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat Umum, dari Metodologi sampai teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
Jujun S. Suryasumantri,2002. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Tokoh Filsafat Rasionalisme: Blaise Pascal (1623-1662)

A.Riwayat Hidup Blaise Pascal
Blaise Pascal adalah seorang jenius berkebangsaan Perancis. Ia lahir pada tahun 1623 di Clermont-Ferrand, Prancis. Ayahnya seorang pengacara, yang membawa keluarganya ke Paris demi memberikan kesempatan yang lebih baik bagi anak-anaknya untuk menikmati pendidikan. Pascal sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan formal di universitas. Ia diajari dan dididik oleh ayahnya sendiri, orang yanng mempunyai pengetahuan luas. Pada umur 12 tahun, Pascal menciptakan mesin hitung untuk membantu ayahnya. Lalu ia merancang bangunan matematis bersegi enam (hexagram), menemukan prinsip kerja barometer, membuat sistem kerja arloji, ikut menentukan sistem transportasi bawah tanah kota Paris, dan lain-lain.
Semula Pascal tidak meminati hal-hal keagamaan, tetapi kemudian ia cenderung meminati hidup mistik. Pada usia 23 tahun, ia mengalami pertobatan, lalu meninggalkan cara hidupnya yang lama sebagai ilmuwan, menjalani hidup dengan doa dan puasa, dan menggabungkan diri dengan hidup bersama komunitas biara Port-Royal, tempat saudarinya Jacqueline menjadi biarawati. Komunitas ini adalah pengikut Jansenisme (sebuah aliran bid’ah dalam gereja Katolik) dan berinspirasi pada ajaran Cornelius Otto Jansen (1585-1638), pendirinya yang antara lain mengajarkan bahwa karena dosa asal, manusia itu sangat jahat. Maka yang manusia perlukan adalah bagi keselamatannya hanyalah iman, yang Jansen pertentangkan dengan rasio. Ajaran ini tentu saja dicurigai lebih dekat ke ajaran Protestan ala Luther yag juga melihat manusia rusak pada kodratnya sehingga ia hanya bisa diselamatkan oleh rahmat Tuhan semata.
Tahun 1661 Pascal didamaikan dengan Gereja Katolik resmi. Kira-kira satu tahun sesudahnya 9 Agustus 1662, Pascal meninggal dunia dalam usia 39 tahun. Setelah menerima sakramen pengurapan dan komuni untuk orang sakit. Apa penyebab kematiannya serba tidak jelas. Hanya, semua orang tahu: selama hidupnya, Pascal menjalani hidup askese yang ekstrem dan sering sakit-sakitan lantaran tertular penyakit dari orang-orang miskin yang diterima dan dirawat olehnya secara pribadi di rumahnya (untuk mereka itu Pascal menyumbangkan seluruh harta bendanya). Kata-katanya yang terakhir “Semoga Allah tidak akan pernah meninggalkanku.”

B.Pemikiran-pemikiran Blaise Pascal
1.Akal dan Hati
Blaise Pascal adalah salah satu tokoh filsafat modern yang menganut aliran Rasionalisme. Namun dibanding dengan para rasionalis pada zamannya, Pascal punya kecenderungan yang menyimpang. Langsung berhadapan dengan filsafat rasionalistik ala Descartes yang mendominasi pemikiran di Barat, khususnya di Perancis saat itu, pemikiran Blaise Pascal jelas bersifat reaksioner. Pascal yang –seperti Descartes- menyukai ilmu alam dan matematika ini mengkritik Descartes yang mau menerapkan prinsip ilmu pasti dalam berfilsafat atau upaya untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk untuk menjelaskan Tuhan. Menurut Pascal, keseluruhan realitas tidak bisa dijelaskan hanya dengan rasio. Jika itu dilakukan, akibatnya adalah terjadinya banyak hal yang bertentangan, misalnya: problem hubungan jiwa dengan badan sebagaimana dialami oleh Descartes. Dengan kata lain, rasio saja tidak mencukupi untuk memahami segalanya.
Lebih penting dari rasio, menurut Pascal adalah “hati” (le coeur). Dengan rasio, kita hanya mampu memahami kebenaran-kebenaran matematis dan ilmu alam. Namun dengan hati, kita mampu memahami kebenaran-kebenaran yang melampaui semua kebenaran itu, umpamanya pengetahuan tentang Tuhan. Keyakinan ini diungkapkan Pascal dalam satu kalimatnya yang terkenal: “Hati mempunyai alasan-alasan yang dimengerti oleh akal. Orang mengalami hal ini dalam banyak perkara.” Kata “Hati” di sini tidak boleh dipahami sebagai pusat emosi, melainkan pusat aktivitas jiwa manusia terdalam yanng mampu menangkap sesuatu secara intuitif dan spontan; hati adalah inti eksistensi. Kata Pascal: “Kita mengenal kebenaran tidak hanya lewat akal, melainkan juga lewat hati.”
Allah (Tuhan) terutama memakai “hati” untuk mengajar kebenaran-kebenaran yang penting untuk keselamatan kita. Kesadaran diri yang paling dalam dengan demikian tidak terletak pada rasio, melainkan pada hati yang sanggup menerima kenyataan Ilahi. Dalam konfrontasi dengan Descartes, hal ini bisa kita rumuskan dengan cara lain: bukan “cogito ergo sum” (“Aku berpikir, maka aku ada”), melainkan “credo ergo sum” (“Aku percaya, maka aku ada”).

2.Pengakuan Eksistensi Tuhan
Menurut Pascal, manusia memiliki kemauan yang tiada ujung dan penghabisannya. Manusia senantiasa mendamba kebahagiaan yang semakin dan semakin. Sementara, dambaan kebahagiaan sejati yang selalu bertambah-tambah itu tak pernah bisa wujud dalam kehidupan manusia. Manusia tak memiliki kekuatan guna menggapai segala kemauannya; manusia tak sempurna karena kekurangannya ini. Inilah salah satu kontradiksi internal manusia yang meniscayakan pengandaian eksistensi tuhan sebagai Dia Yang Maha Sempurna.
Kontradiksi lainnya dalam diri manusia yakni terkandungnya dua kutub yang saling bertolak-belakang: cinta-diri yang menistakan manusia dan rasio yang meluhurkan manusia. Kontradiksi itu tak berarti pertentangan antara yang irrasional melawan yang rasional. Baik cinta-diri yang diwakili oleh nafsu maupun budi manusia yang diwakili oleh rasio kedua secara dialektis saling jalin-menjalin menghantarkan manusia pada hidup relijiusnya.
“Perang batiniah dari akal budi melawan nafsu-nafsu telah terjadi dan terbagilah dua partai. Yang satu ingin melenyapkan nafsu-nafsu dan menjadi dewa-dewa. Yang lain ingin melenyapkan akal-budi dan menjadi hewan-hewan. Namun, kedua pihak itu tidak mampu untuk melenyapkan baik nafsu-nafsu maupun akal-budi. Akal-budi tetap ada dan menuduh kenistaan dan ketidakadilan  nafsu-nafsu dan mengganggu ketenangan mereka yang menyerahkan diri kepada nafsu-nafsu itu. Dan nafsu-nafsu senantiasa vital juga dalam diri mereka yang  mau melenyapkan nafsu-nafsu itu.”
Agar manusia tak terus-menerus dalam kenistaan cinta-dirinya yang rapuh itu, manusia membutuhkan bantuan atau petunjuk tuhan. Dan petunjuk itu baru didapati manusia ketika si manusia tadi dengan rendah hati mengakui kenistaannya juga mengakui kesempurnaan Tuhan; mengakui eksistensi Tuhan.
Pengakuan eksistensi tuhan, menurut Pascal, adalah pertaruhan (Le Pari) bagi manusia. Budi Hardiman menerangkan: doktrin pengakuan terhadap eksistensi tuhan a la Pascal ini, semata bermotif apologet. Sebab, Pascal ingin memberi penjelasan pada orang-orang skeptis pada zamannya yang mencemooh orang Kristen yang percaya eksistensi tuhan. Para skeptikus itu bertanya, bagaimana eksistensi Tuhan dibuktikan (secara empirik)? Menjawab pertanyaan mereka, Pascal malah menantang—mengajak mereka bertaruh-berjudi. Yang dipertaruhkan adalah eksistensi Tuhan.
Tak ada ruginya bagi manusia mempertaruhkan eksistensi tuhan. Jika Tuhan ada, artinya manusia tadi menang. Sebaliknya, jika Tuhan tak ada, kita tak mengalami kerugian apa pun; tak ada yang hilang dari manusia. Manusia bahkan mendapat keutamaan-keutamaan.
Manusia yang mempercayai adanya Tuhan, tentu akan menuruti apa yang dimaui Tuhan yang telah tertuang jelas pada wahyunya: moralitas normatif teologis. Hidupnya sejalan dengan isi kitab suci. Hidup yang demikian tak membawa kerugian, malah menguntungkan, walau akhirnya kita tahu bahwa tuhan tak ada. Jika Tuhan ada, pelaksanaan moralitas normatif teologis bernilai ganjaran di akhirat kelak pada kehidupan yang abadi.
“Kalau kau percaya (akan adanya Allah), kalau kau menang, kau memenangkan segalanya, kalau kau kalah (ternyata Allah tak ada), kau tak kehilangan apa pun. Jadi, percayalah jika kau dapat.”
Yang dapat dipetik dari Pascal adalah diktum daya rasio yang terbatas. Dan agama, tak mungkin hanya didekati lewat rasio semata. Untuk beragama dibutuhkan Le Coeur, hati; dibutuhkan keyakinan akan eksistensi tuhan. Pendekatan agama dengan rasio semata bisa menimbulkan kedangkalan-kedangkalan pengamalan religius, menimbulkan kelonggaran-kelonggaran moralitas agama.
Penjelasan Pascal terkait kelonggaran moralitas agama itu dapat kita saksikan kini. Namun, baiknya kita berpikir dialektis saja. Tidaklah rasio yang di atas atau hati yang di atas, tapi keduanya, sebagaimana diungkap Pascal, secara dialektis saling jalin-menjalin, saling lengkap-melengkapi, saling butuh-membutuhkan. Keduanya memiliki tugas dan posisinya sendiri-sendiri.
Dengan argumen “pertaruhan” (le pari) ini Pascal ingin menunjukkan bahwa soal kepercayaan kepada Tuhan merupakan hal yang tidak menyangkut rasio saja melainkan keseluruhan eksistensi manusia (kehendak, emosi, daya pertimbangan, dsb). Kepercayaan semacam ini bukan pertama-tama persoalan akal atau rasio (raison), melainkan terlebih soal “hati” (coeur) yang menerima Allah secara pribadi. “Hati” tidak menuntut pembuktian, hal yang biasa dituntut rasio, melainkan kepercayaan. Namun, itu tidak berarti bahwa hati itu irasional atau melawan rasio. Buktinya, kepercayaan manusia dalam kasus “pertaruhan” (le pari) tadi secara rasional bisa diterima dan dipertanggungjawabkan.
Dengan ini, Pascal ingin menegaskan soal iman kepada Tuhan sebagaimana diajarkan dalam agama Kristen (“Allah Ibrahhim, Ishak, Yakub) lebih menyangkut masalah “hati” daripada masalah “rasio”. Maka dari itu, Pascal merasa sanggup menentukan ciri kekristenan yang sejati (Pensées, 269). “Penaklukan akal budi” sebab kemampuan akal budi sangat terbatas untuk bisa memahami keseluruhan realitas, apalagi untuk menangkap kebenaran-kebenaran yang disampaikan Allah demi keselamatan manusia; untuk mencapai tujuan ini, “hati” lebih berperan. “Penggunaan akal budi” sebab kita tidak boleh menganggap remeh rasio –betapa pun terbatas kemampuannya – untuk mencapai pengertian yang tepat tentang realitas.

C.Karya-karya Blaise Pascal
1.Letters Provinciales (1656)
Adalah buku yang merupakan kumpulan surat-surat yang ditujukan kepada provinsial, berisi kritik untuk kalangan Yesuit Kristiani yang menduniawikan-mensekulerkan agama dengan pengotoritasan rasio sehingga di segi moralitas agama, Kristen jadi terlalu longgar.
2.Pensées sur la vérité de la religion Chrétienne (1669)
Buku ini berisi pikiran-pikiran tentang kebenaran agama Masehi. Karya-karya ini sering ditulis pada potongan-potongan kertas jelek. Karya-karya itu dimaksudkan untuk dibaca oleh para skeptik dan rasionalis.
3.On the Conversion of a Sinner (Sur la conversion du pecheur, 1653)
Pascal memberikan garis besar proses pertobatan seseorang. Manusia menyadari bahwa segala hal duniawi akan binasa sedangkan kebaikan Ilahi tidak akan sirna. Oleh karena itu, pencarian akan Allah diawali dengan berbagai aspek penciptaan sampai seseorang menemukan Allah itu sendri. Dalam penemuan akan Allah, manusia akan menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa. Hal ini akan mendorongnya untuk menyembah-Nya, bersyukur, berusaha menyenangkan-Nya, dan terus memohon petunjuk dari-Nya.
4.Abridgement of the Life of Christ (Abrege de la vie de Jesus-Christ, 1655)
Karya ini memaparkan bahwa manusia tidak dapat menuliskan sejarah suci sampai keempat rasul dianugerahi wahyu untuk melakukannya. Suatu kronologi yang disusun sebaik nubuatan akan Kristus turut disertakan dalam karya ini.
5.On the Comparison Between the Christians of Early Times and Those of Today (Comparaison des chretiens des premiers temps avec ceux d'aujourd'hui, 1657)
Pascal menyatakan bahwa kualitas orang-orang Kristen kontemporer lebih rendah daripada orang-orang Kristen pada abad mula-mula. Ia mengemukakan alasannya, yaitu bahwa orang-orang Kristen kontemporer dibaptis ketika masih anak-anak dan tidak menerima pengajaran rohani dan rasa menyesal akan dosa yang dibutuhkan dalam baptisan pada masa kekristenan awal. Tanpa pengajaran seperti ini, orang-orang percaya pada masa ini tidak akan pernah sungguh-sungguh melepaskan dunia.
6.On the Geometrical Mind (De l'Esprit geometrique, 1658)
Bagian pertama esai ini menggambarkan bagaimana geometri terdiri dari definisi akan segala hal dan bagaimana manusia begitu direndahkan oleh posisinya dalam dunia yang sedemikian luas, menurut jumlah dan pergerakannya. Bagian kedua menjelaskan secara detail seni persuasif, yang bertujuan menjelaskan seluruh terminologi dan kemudian membuktikan segala sesuatu yang dapat dibuktikan sesuai definisi terminologi tersebut. Pascal meyakini bahwa metode geometrik sejalan dengan logika dan retorika tradisional.

7.Prayer Asking God for the Right Use of Illness (Priere pour demander a Dieu le bon usage des maladies, 1658)
Pascal memulai tulisan ini dengan meminta anugerah, pertobatan, penyesalan dosa, cinta kasih, dan harapan akan berkat. Pascal memercayai bahwa penyakitnya merupakan hukuman akan perbuatannya di masa lalu, suatu teguran bahwa hal-hal duniawi dapat binasa. Pascal berharap bahwa penyakitnya merupakan gambaran penderitaan Kristus.
8.Writing on the Signing of the Formulary (Ecrit sur la signature du formulaire, 1661)
Pascal mengutarakan tiga cara untuk menjawab dakwaan Paus terhadap Jansenis: tanda tangani dakwaan tersebut, dengan demikian mendakwa Jansenis, Santo Augustinus, dan doktrin anugerah yang mujarab; tanda tangani, tapi eksklusifkan doktrin Jansenis, yang artinya menyelamatkan Jansenis dan anugerah yang mujarab; atau tanda tangani tanpa menjelaskan doktrin mana yang tidak berguna dan dianggap menjijikkan.

Referensi:
Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan. Penerbit Kanisius
Buletin Elektronik Biografi Kristiani Edisi 007, Februari 2007. Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
http://keluargapelajarjambi.blogspot.com/Sepercik Blaise Pascal (1623-1662), post on Agustus 7, 2009
Dr. Harry Hamersma, 1983, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern.

Kamis, 24 Desember 2009

Pemberontakan Para Normatif

Subyek Formal:

Saudara…pelajari buku ini! Terjemahkan dan buat ringkasannya. Minggu depan presentasikan bersama kelompok! Semua harus mengerjakan. Tanpa kecuali. Paham?

Obyek Normatif:

Wah, sulit sekali. Saya tidak dapat memahaminya dengan baik. Apalagi referensinya dalam bahasa asing. Bagaimana aku bisa memahaminya? Bukankah masih banyak referensi yang lain? Kenapa harus memakai referensi ini?

Subyek Formal:

Karena hanya ini referensi yang paling bagus, yang ditulis oleh para ahlinya. Jadi pelajari saja!

Obyek Normatif Patuh:

Iya benar. Aku juga kesulitan membuat ringkasannya. Bahasanya sulit sekali dipahami. Tapi ini kan tugas. Harus dikerjakan. Jadi mau tidak mau harus aku kerjakan. Tidak peduli hasilnya baik atau tidak..

Obyek Normatif Bijak:

Jangan mengeluh… inilah kesempatan kita untuk belajar sesuatu yang kita rasakan sulit. Dengan tugas yang sulit ini, kita kan bisa sembari mengasah kemampuan kita dalam menerjemahkan bahasa asing. Yakinlah kita pasti bisa! Kita pasti bisa menyelesaikan tugas yang sulit ini dengan baik.

Obyek Normatif Kritis:

Kau memang benar Normatif bijak. Tapi lihatlah! Tahun berapa buku ini dibuat? Sudah lama sekali. Padahal perkuliahan ini kan seharusnya mengupas dan meneliti informasi-informasi atau permasalahan-permasalahan yang ada pada masa kini. kalau begitu aku harus tetap mencari referensi lain yang up to date.


Benar atau Salah; Yang Tertinggi atau Yang Terendah

Apakah Benar atau Salah?

Menurut Epicuros, semua yang terpandang adalah kenyataan lahiriah, benar atau salah dari realitas adalah hasil pandangan itu sendiri, sehingga pengertian merupakan norma dan kriteria kebenaran. (Atang hal.113)

Sedangkan menurut kaum Stoa, kriteria bagi suatu kebenaran terletak pada evidensinya, kenyataannya, bahwa isi pemandangan itu terletak pada pikiran. Buah pikiran benar apabila pemandangan itu tepat, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan, yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya. (Atang hal. 115)

Contoh “Benar atau Salah”

Misalkan terdapat kalimat: “Di luar hawanya dingin”

Kalimat tersebut dapat dianalisa sebagai berikut: 1) suatu perangkat tanda, 2) suatu susunan tanda-tanda yang teratur yang sesuai dengan aturan-aturan sintaksis, 3) makna yang dikandungnya atau dimaksudkannya.

Susunan tanda-tanda yang teratur dinamakan kalimat berita atau pernyataan. Kalimat berita tersebut merupakan istilah yang murni yang bersifat sintaksis. Tidak ada perangkat tanda yang dapat dikatakan benar. Begitu pun kita sesungguhnya tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu pernyataan benar. Dalam hal ini, perkataan “benar” hanya hanya dapat diterapkan pada kandungan makna suatu pernyataan, atau yang disebut proposisi. Apabila proposisinya sungguh-sungguh merupakan halnya (sungguh-sungguh bahwa di luar hawanya dingin), maka proposisinya benar. Namun bila proposisinya tidak merupakan halnya, maka proposisinya salah. (Louis O. Katsof, hal. 172-173)

Siapakah “Yang Tertinggi” atau “Yang Terendah”?

Dalam kehidupan terdapat bermacam komponen yang menempati dimensinya masing-masing. Binatang sebagai salah satu dalam komponen dalam kehidupan, menempati dimensi yang lebih rendah daripada dimensi manusia. Akan tetapi binatang menempati dimensi yang lebih tinggi daripada dimensi batu atau tanah.

Manusia, merupakan makhluk yang paling sempurna, yang dikaruniai akl dan nafsu. Namun sesungguhnya ada yang lebih tinggi, yaitu malaikat. Dan sesungguhnya masih ada yang lebih tinggi, yang melebihi malaikat, dan melebihi segalanya, yaitu Tuhan.

Dan apakah ada “yang terendah”? Ketika kita berfilsafat, maka kita menggunakan olah pikir kita untuk memikirkan segala yang ada dan mungkin ada. Jika kita berpikir tentang apa yang tertinggi dan yang terendah,maka kita akan menemukan urutan dimensi dari yang tertinggi, yaitu Tuhan, kemudian dibawahnya maliakat, kemudian manusia, binatang, batu, dst. Hingga kita tidak mampu menyebutkan lagi apa yang berada di bawah dimensinya. Itulah sebenarnya yang terendah. Ketika kita tak mampu lagi memikirkan apa yang ada dan mungkin ada.


Selasa, 15 Desember 2009

Batas Tanpa Batas

Batas membatasi ruang dan waktu. Segala sesuatu yang terbatas, berarti mempunyai awal dan mempunyai akhir.

Bagaimana dengan tanpa batas? Setiap pemikiran adalah tanpa batas. Dengan filsafat, kita dapat memikirkan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sehingga ada begitu banyaknya yang dapat kita fikirkan, dan kita sendiri tak mampu untuk menyatakannya.

Namun adakah batas tanpa batas itu sendiri? Pada dasarnya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini memiliki batas. Batas tanpa batas itu sendiri adalah ketika kita hanya dapat menyebutkan tanpa batas, dan tidak mampu mengungapkan secara lengkap sesuatu yang tanpa batas itu.

Sesungguhnya hanya Allah yang memiliki sifat tanpa batas itu. Tiada terbatas rahmat yang diberikan kepada manusia. Tiada terbatas kenikmatan yang diberikan Allah kepada manusia. Dan tiada terbatas ampunan yang diberikan Allah apabila manusia mau bertobat. Dan sudah sepatutnya kewajiban manusia adalah untuk selalu bersyukur kepada-Nya…

Ilmu sebuah Tahta. Benarkah?

Definisi ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam). , Harsojo, Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran

Mengapa ilmu hadir?

Pada hakekatnya, manusia memiliki keingintahuan pada setiap hal yang ada maupun yang sedang terjadi di sekitarnya. Sebab, banyak sekali sisi-sisi kehidupan yang menjadi pertanyaan dalam dirinya. Oleh sebab itulah, timbul pengetahuan (yang suatu saat) setelah melalui beberapa proses beranjak menjadi ilmu.

Bagaimanakah manusia mendapatkan ilmu?

Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna, yaitu dilengkapi dengan seperangkat akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran inilah, manusia mendapatkan ilmu, seperti ilmu pengetahuan sosial, ilmu pertanian, ilmu pendidikan, ilmu kesehatan, dan lain-lain. Akal dan pikiran memroses setiap pengetahuan yang diserap oleh indera-indera yang dimiliki manusia.

Dengan apa manusia memperoleh, memelihara, dan meningkatkan ilmu?

Pengetahuan kaidah berpikir atau logika merupakan sarana untuk memperoleh, memelihara, dan meningkatkan ilmu. Jadi, ilmu tidak hanya diam di satu tempat atau di satu keadaan. Ilmu pun dapat berkembang sesuai dengan perkembangan cara berpikir manusia.

Batapa pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia dapat menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Dengan ilmu, manusia mampu menciptakan segala sesuatu yang akan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan manusia yang lain pada umumnya. Dengan ilmu pula, seseorang dapat memperoleh kekuasaan. Dan masih banyak lagi peran ilmu bagi kehidupan manusia.

Bagi manusia yang beradab, yang pada hakikatnya meletakkan pemikiran di atas segalanya, ilmu menempati posisi paling tinggi yang menentukan keberadaan seseorang dengan manusia yang lain. Ilmu menjadi sebuah tahta yang dapat menguasai dan mengatur seluruh kehidupan manusia.

Referensi:
http://www.anneahira.com/ilmu/index.htm

Matematika Menganyam Dunia

Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika itu bahasa symbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika adalah metode berfikir logis; matematika adalah sarana berpikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu.; matematika adalah sains formal yang murni; matematika adalah sains yang memanipulasi symbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur; matematika adalah ilmu abstrak dan deduktif, matematika adalah aktivitas manusia. (Erman Suherman, et.al., 2003. Hal. 15)

Matematika merupakan bahasa symbol. Bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna yang diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. (Jujun S. Suryasumantri, 2002. Hal. 190)

Betapa besarnya peran matematika bagi kelansungan berpikir manusia. Dengan matematika, manusia dapat menggunakan kemampuan berpikirnya, tidak hanya pada bidang sains tetapi dalam kehidupan sehari-hari pun dapat berfikir logis mengenai penyelesaian suatu masalah. Bahasa matematika bersifat universal, yang dapat dipahami oleh manusia di seluruh dunia sehingga matematika dapat menyatukan pemikiran setiap orang dari berbagai negara. Dengan demikian, matematika mampu menjalin hubungan antara manusia di seluruh dunia untuk mengembangkan segala disiplin ilmu yang bermanfaat bagi seluruh manusia dan alam sekitar. Antara Negara yang satu dengan Negara yang lain tidak terpecah-pecah, karena setiap Negara mempunyai hubungan yang erat antara yang satu dengan yang lain, ibarat sebuah anyaman.

Referensi:

Erman Suherman, et.al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Jujun S. Suryasumantri. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pancaranintan Indahgraha